Jumat, 26 Juni 2009

Coz you aren't A MOM


Belum genap satu tahun saya bertugas di puskesmas terpencil, mungkin sering saya jumpai pertanyaan-pertanyaan senada, “Dok, tolong dikasih vitamin penambah nafsu makan, sulit sekali makannya atau dikasih obat cacing mungkin cacingan dok?”

Saya pasti langsung memberondong dengan pertanyaan memvonis, “Pasti suka jajan ya, makan kerupuk, mie, permen, ya kan? Makanya malas makan di rumah, sudah kenyang jajan sih. Kalo di rumah dimasakin apa bu? Pasti kalo diajak makan coto mau kan? Ibu kurang enak kali masaknya?...”dan sederet pernyataan menyalahkan sang ibu, yang kadang saya ungkapkan atau hanya dalam hati.

Mengingat kultur masyarakat pedesaan yang kebanyakan kurang dari sisi pendidikan maupun ekonomi, saya menganggap sah ‘hipotesis’ bahwa anak-anak di daerah kerja puskesmas saya sulit makan dan akhirnya sering jajan karena kesalahan orang tua. Ditambah pernyataan mereka, “bagaimana lagi dok, kalo tidak dikasih uang jajan menangis jadi tidak tega; daripada tidak makan dok; mau beli ikan atau telur tidak ada uang dok ...” dan sederet pembelaan ibu-ibu yang saya anggap lalu.

Tetapi pikiran-pikiran itu, prasangka-prasangka itu langsung berubah ketika saya membaca buku “Catatan Hati Bunda” yang merupakan kumpulan kisah Asma Nadia, penulis buku itu, tentang bagaimana suka duka menjadi ibu. Ketika saya membaca fragmen ‘Perjuangan Satu Sendok’, ...subhanallah... perjuangan seorang ibu untuk menyuapi anaknya, untuk memastikan bahwa anaknya mendapat gizi yang baik, memastikan bahwa anaknya akan tumbuh dengan normal!!!L U A R B I A S A!

Dikisahkan dalam buku itu, bagaimana dia melewati fase-fase dimana anak-anaknya sulit makan. Ketika anak pertamanya mulai pandai melepehkan makanan, mengunci mulut rapat-rapat, dia mulai berpikir mungkin kreativitas memasak akan menjawab permasalahan hingga ia mulai mencari pembantu karena dia tidak pandai memasak. Hingga akhirnya tiba juga suatu masa dia tidak lagi berprinsip “...kamu harus masak makanan bunda, sayang...”, tetapi yang penting ada yang masuk ke perut anak-anak. Tantangan bertambah ketika si sulung menderita flek paru dan dokter menyarankan untuk konsumsi susu lebih banyak, otomatis beban susu membuat perjuangan memasukkan satu sendok makanan menjadi lebih sulit. Dan ketika anak memasuki usia balita, tantangan berubah, mereka tidak lagi menolak sendok masuk, tidak lagi melepehkan. Mereka hanya membiarkan makanan ‘berlumut’ di mulut.

Dan saya langsung tertunduk malu ketika mata saya tertumbuk pada beberapa paragraf berikut :

Saya teringat lagi obrolan ibu-ibu (‘Anaknya Bude Hani nggak pernah mau makan nasi! ; ‘Wah, jangan-jangan sama dengan anaknya Tante Ana yang setiap hari hanya mau makan mie instan’). Terbayang anak-anak hanya makan mie instan. Saya yakin ibunda mereka pasti sudah berjuang keras untuk menghindari hal itu.

Saya tidak bisa membayangkan anak-anak besar dan terbiasa hanya makan indomie. Saya bersumpah dalam hati, di luar ketidak bisaan saya, anak-anak harus makan tiga kali sehari dengan menu yang sehat, di luar susu. Ada kalanya saya bawa anak makan sambil bermain sepeda roda tiganya, barangkali bisa menambah nafsu makan jika melihat temannya juga sedang makan, ternyata hanya sekali dua, karena lebih sering jalan-jalan sesudah keliling-keliling hingga kaki saya pegal, dan hanya beberapa sendok yang masuk ke mulut.

Saya dan ayahnya melakukan apapun, selain memaksa sendok untuk masuk ke mulut anak-anak. Saya harus memainkan sendok layaknya pesawat terbang yang memerlukan landasan, bernyanyi sambil berjingkrak-jingkrak, membawakan tarian ala Hiawata (tokoh kartun Indian Disney), mengenakan topeng, memukulkan centong nasi ke berbagai wadah, kaleng, toples, bangku dingklik...apa saja agar si kecil ‘lengah’, bahkan memasukkan kepala ke dalam toples kerupuk ukuran besar, agar ananda tertawa dan satu sendok nasi dengan sedikit lauk bisa masuk ke mulutnya.

Kadang saya dan ayahnya menceritakan sesuatu yang lucu atau menciptakan permainan baru, hanya agar masa-masa makan berlangsung sukses. Saya tidak akan menyerah...

Jika hanya harus berjuang,

Jika hanya harus bertumpah peluh,

Jika hanya harus mengadu kreatif dan kesabaran...

Untuk ananda terkasih,

Insya Allah, Cinta. Sekuat tenaga, akan Bunda, dan Ayah lakukan.

Dan ingat, kami tidak akan pernah menyerah.

Betapa ibu-ibu itu tidak berpendidikan, tidak mampu secara ekonomi, bertampang tidak peduli dengan anaknya yang kumal tidak terawat, kita tidak berhak meremehkan perjuangan mereka. Saya baru sadar di balik wajah ibu-ibu yang polos itu, pasti tersimpan berjuta kasih sayang yang tak terhingga untuk anaknya tercinta, hanya dia yang tahu cara mengungkapkan kasih sayangnya, kita tidak berhak menghakiminya. Kita tidak punya hak apapun. Kita hanya WAJIB memberinya semangat!

Untuk ibu-ibu yang telah rela berkilo-kilo datang ke puskesmas, berjalan kaki atau harus merogoh kocek untuk naik ojek, hanya untuk mendapatkan yang terbaik untuk anaknya, maafkanlah perkataan saya yang terlalu lancang ...karena saya belum tahu betapa sayangnya engkau pada ananda, karena saya tidak tahu betapa besar perjuangan yang telah engkau lakukan untuk ananda, karena saya belum pernah menjadi ibu,...sekali lagi...COZ I’M NOT A MOM. sebagaimana saya tidak pernah tahu bagaimana rasanya kolik abdomen, bagaimana tersiksanya orang yang mual muntah saya paksa makan...sehingga saya bisa seenaknya memberi komentar kepada mereka semuanya...

Berhati-hatilah wahai teman sejawat dalam memilih kata terhadap pasien karena siapa tahu perkataan kita telah melukai hati mereka bahkan mematahkan semangat mereka, karena bagaimanapun luka yang dibuat paku yang tertancap pada sebuah kayu tidak akan pernah hilang.

Dan rasanya tidak sulit kita mengatakan, “Ibu pasti bisa!!!”

Makassar,201209,00:00

2 komentar:

  1. iya, mbak terasa sekali menjadi seorang ibu. dulu, saya masih ingat ketika tidak lagi doyan makan ibu nyekoki saya dengan jamu godong kates hehehehhe itu satu perjuangan yang luar biasa biar saya kuat makan

    BalasHapus
  2. semoga qt bisa menghayati peran ibu tanpa menunggu jd ibu dulu..

    syukron kunjungannya k blog sederhana ini...kunjung balik ah..^_^

    BalasHapus